Sunday, August 27, 2006

Anda siapa ya?

Dear Rindu,

Maaf baru bisa meneruskan ceritaku sekarang. Tadi malam aku sudah menyelesaikan cerita ini, namun tiba-tiba hang dan aku kehilangan tulisanku itu. Ternyata di negara maju juga bisa hang juga ya? Nothing is perfect meskipun nothing is imposible. Maksudnya? He..he..he..aku juga tidak tahu pasti.

Sekarang kau pasti sudah balik dari gereja dan bersiap untuk makan siang. Aku baru saja selesai mandi dan makan pagi. Sarapanku pagi ini adalah enam lembar roti serat coklat (Alot! Jadi bikin kenyang), dua lembar ham, satu lembar keju, dengan sayuran tomat, bawang Bombay dan selada. Dan memang betul, aku betul-betul kekenyangan sekarang. Oh ya, saat ini disini sedang hujan. Suasananya mirip Kota Salatiga saat sedang hujan. Kau masih ingat kan saat-saat kita menembus hujan lebat menuju Kota Salatiga menggunakan sepeda motor?

Okay. Aku lanjutkan ceritaku.

Saat itu Juli 2002, dokumen berupa legalized kopi ijazah S1 dan transrip nilai serta terjemahan ke dalam Bahasa Inggris, legalized kopi akta kelahiran, curriculum vitae (CV), sertifikat TOEFL (Oh ya, aku dah tes TOEFL saat itu dan mendapat score 520), foto 3 x 4, daftar publikasi ilmiah (He..he..he.., aku baru punya satu waktu itu di Majalah Farmasi Indonesia), dan rekomendasi dari pembimbing skripsiku, Pak Marto, sudah siap. Yang kurang adalah tinggal rekomendasi baik dari Professor Indonesia maupun Aussie, dan Outline of the Proposed Research Project.

Pada suatu kesempatan selesai kuliah profesi (Oh ya, setelah selesai kuliah S1 aku meneruskan mengambil kuliah profesi apoteker sembari mengerjakan proyek penelitian pengembangan senyawa baru analog kurkumin, memperoleh dana dari Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional), aku berbincang-bincang dengan Chandra di depan ruang kuliah. Saat itu, sebenarnya, aku “ada hati” dengan Chandra, namun aku tidak berani mengatakannya. Aku yakin Chandra pun bisa merasakan itu dan dia memilih untuk cuek saja.
“Cha (panggilan sayangku untuk Chandra), dokumenku untuk aplikasi beasiswa ke Aussie masih kurang rekomendasi dari Professor di Indonesia dan Aussie, dan Outline of the Proposed Research Project nih. Gimana ya?” Suatu pertanyaan retoris yang aku sudah tahu jawabnya.
“Seta, aku dah pernah bilang kan? cayank……. Kamu tuh tinggal nemuin Pak Onggo untuk cari kontak beliau di Aussie dan kalau beliau bersedia, sekalian minta rekomendasi. Pak Onggo adalah orang yang tepat untuk itu. Semua orang di Fakultas Farmasi Universitas Sleman Selatan tahu betul kalau Pak Onggo itu Professor Medicinal Chemistry (Oh ya, bidang imu yang kuminati adalah Medicinal Chemistry. Itu tuh ilmu yang didedikasikan untuk penemuan obat baru) dan beliau lulusan Aussie. Permasalahannya sekarang adalah: You are not brave enough to do that!”, Chandra menjawab pertanyaan dengan nada sebal, sepertinya. Dan tiba-tiba, Pak Onggo lewat dan berhenti cukup lama di depan kami. Sepertinya beliau sedang menunggu jemputan. Suatu pertanda?
“Seta, kesempatan tuh.”
“Tapi…. Aku segan Cha! Aku kan belum pernah berhaha-hihi dengan beliau. Nanti kalau beliau bertanya, “Anda siapa ya?”. Aku harus bagaimana? Tengsin tahu!
“Seta…Seta. Nothing to lose my friend. Kau tinggal bilang siapa dirimu dan apa maumu, Kan selesai. Kalau gak pernah dicoba siapa yang tahu?” Ooops, aku baru sadar sekarang. Ya ampun.... Baru aku sadar sekarang saat menulis ini. Pernyataan tersebut bisa jadi juga dimaksudkan bahwa aku harus menyatakan cinta padanya untuk tahu apakah dia mencintaiku juga. Sudah lah, tidak ada kaitannya cerita ini dengan kisah cintaku itu. Lalu aku berdiri dan melangkah mendekati Pak Onggo.
“Selamat siang, Pak.”
“Ya, selamat siang. Anda siapa ya?” Dueeeng gubrak! Betul kan? Untung tadi sempat dibahas. Dengan sedikit grogi, kujawab, ”Saya Seta, Pak. Angkatan 97 lulus Februari lalu. Sekarang sedang ambil profesi dan membantu Pak Amir mengembangkan analog kurkumin.”
“Ya, ada yang bisa saya bantu?” Yuuks, pertanyaan yang ditunggu-tunggu.
“Saya dengar Bapak mendapat Master dan Ph.D di Australia ya Pak?” (Pertanyaan retoris lagi).
Kemudian Pak Onggo dengan bersemangat menceritakan kisah studinya di Australia. Dari cerita beliau aku tahu bahwa beliau studi untuk masternya di University of New South Wales (UNSW).
“Saya ingiiiiiin sekali mengikuti jejak Bapak. Apakah Bapak masih ada kenalan yang bisa saya kontak?”
“Maaf ya, Dik. Saya sekolah sudah lama sekali. Sekarang pasti sudah pada pensiun.” Dan, mobil penjemput Pak Onggo pun datang. Pak Onggo kemudian berjalan menuju mobil tersebut. Pupuslah harapanku. Namun, setelah berjalan kira-kira tujuh langkah, Pak Onggo menoleh ke belakang dan berkata, “Dik, kalau suatu waktu butuh rekomendasi dari saya, jangan sungkan-sungkan, temui saja saya di kantor. Good luck!” Plaash…. Rasanya hati ini lega dan berbunga-bunga. Lalu, sambil masih “melayang”, aku berjalan ke tempat Chandra dan aku duduk tadi. Chandra masih di sana.
“Betul kan, Seta. Kalau gak dicoba, mana tahu?”
Yuuks….. Thanks Cha. You are my inspiration?”
Only inspiration?”
Aku hanya tersenyum dan anganku masih melayang-layang. Sayang aku tidak cukup sadar untuk menangkap sinyal-sinyal yang diberikannya saat itu. Aku jadi teringat Chandra saat ini. Dia lagi berusaha untuk dapat beasiswa S3 di Aussie. May GOD bless her.

Aku teruskan lagi cerita ini. Ternyata masih ada satu Professor sangat-sangat senior (untuk menghindari kata sangat-sangat tua) di UNSW yang dikenal Pak Onggo. Lalu aku bisa dapat rekomendasi dari Prof. Onggo dan Professor yang sangat-sangat senior tersebut serta berhasil menyusun Outline of the Proposed Research Project dengan bantuan keduanya.

Akhirnya semua dokumen sudah terkumpul semua dan formulir sudah kuisi. Aku kirimkan aplikasi tersebut dan hasilnya? Seperti yang kau ketahui, aku tidak dipanggil untuk tahapan seleksi selanjutnya, yaitu wawancara. Begitu pula dengan aplikasi yang kuajukan tahun 2003, 2004, dan 2005. Meskipun sejak 2003 aku sudah bekerja sebagai dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sleman Timur. Ah, ternyata aku tidak mudah menyerah juga. Berdasarkan isu yang beredar, ADS memanggil 600 orang untuk diwawancara dengan me-ranking berdasarkan indeks prestasi kumulatif (IPK) dan score TOEFL dari lebih dari 4000 aplikasi. IPK dan score TOEFL yang kumiliki hanya sedikit diatas persyaratan. Apalagi diutamakan pegawai negeri sipil (PNS), wanita dan penduduk yang berdomisili di Indonesia sebelah timur. Aku tidak menjadi prioritas dan sedikit peluangku untuk lanjut. Rekomendasi dan dokumen tambahan yang kuperjuangkan tadi akan sangat berguna jika aku sudah memasuki tahap wawancara.

Begitulah Rindu, akhir cerita hari ini. Apapun hasilnya saat itu, aku sudah belajar banyak hal dari pengalaman ini. Terus terang, aku sudah mulai pupus harapan namun seperti kata Chandra, “Kalau gak dicoba, mana tahu?”, aku masih mencoba dan terus mencoba. Aku akan ceritakan di lain waktu mengenai “percobaan” yang aku lakukan.

Sekian dulu cerita ini. Salam dan peluk cium buat Dinda. Putrimu yang cantik dan centil itu. Masih rewelkah dia?

Beste,

Seta Mulia

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home