Tuesday, August 29, 2006

Dan kulupakan ... ... .

*******

Dear Rindu,

Hari ini ada surat dari provider internet karena ada beberapa perbaikan sehingga koneksi akan terganggu. Ah, menyebalkan. Saat-saat ini, internet merupakan alat pembunuh rinduku yang paling utama dan terutama. So, aku jalan-jalan dan belanja saja untuk kebutuhan hingga minggu depan.

Sepertinya soal “kegagalan”-ku mencari beasiswa ke Australia sudah selesai aku ceritakan. Berdasarkan pengalaman tersebut ada sedikit kiat-kiat bagi yang ingin cari beasiswa ke Australia: Raih IPK dan score TOEFL setinggi mungkin sembari mencari informasi dan korespondensi dengan pihak universitas di Australia. Kalau IPK dan score TOEFL kan harus dirintis sejak awal masuk kuliah. Jadi yang belum lulus berjuanglah! Sedangkan korespondensi dapat dicari via internet. Selama ini aku selalu dapat korespondensi dan dapat acceptance letter, tapi tidak dapat beasiswanya. He..he..he..

Terus terang setelah kegagalanku di tahun 2005 aku mulai tidak berharap terlalu banyak. Lagipula, aku dapat “jatah” sekolah di tahun 2006. Jadi tahun ini aku pasti sekolah mesti “hanya” di dalam negeri, di Universitas Sleman Selatan lagi. Bukan “hanya” sih, tapi kan mimpiku adalah belajar di luar negeri. Namun, di pertengahan tahun 2005 (saat itu aku belum dinyatakan gagal untuk yang keempat kalinya), salah seorang rekanku yang bernama Yanto sekolah ke Belanda di Vrije Universiteit (VU) atas biaya keluarganya. Saat itu dia minta ditemani membuat Passport dan aku menemani dan membuat Passport sekalian. Kemudian aku sadar, saat ini adalah tahun ketiga aku bekerja di Universitas Sleman Timur sehingga aku bisa apply beasiswa ke Jerman maupun ke Belanda yang mensyaratkan telah memiliki pengalaman kerja setidaknya tiga tahun.

Kemudian aku mempelajari syarat dan prosedur untuk mendapat beasiswa ke Jerman di www.daad.de dan kutemukan aku harus mendapat sekolah dulu dengan bukti acceptance letter. Aku pun kemudian mencari program-program yang ditawarkan oleh universitas-universitas di Jerman dan kutemukan bahwa dokumen yang kuserahkan sangat banyak hingga raport zaman SMA yang telah diterjemahkan ke Deutch oleh penerjemah tersumpah. Aku pun ikut les Deutch segala. Namun, ternyata aku tidak cukup tangguh untuk memproses aplikasi untuk mendapat sekolah ke Jerman, apalagi aplikasi beasiswanya.

Lalu aku beralih ke Belanda dan mencari informasi di www.nec.or.id dan fokus pada StuNed Scholarship Programme. Ternyata syaratnya juga harus mendapat sekolah dulu, namun untuk mendapat sekolah tidak serumit dengan Jerman. Aku ingin sekolah di VU, seperti Yanto dan seperti Pak Amir dan Pak Marto dosen pembimbing skripsiku saat S1 dulu. Semua dokumen sudah kumiliki. Oh ya, syarat yang agak lebih berat dari ADS adalah score TOEFL harus setidaknya 550 dan setidaknya Institutional TOEFL. Beruntung saat Test Institutional TOEFL yang diselengarakan di Universitas Sleman Timur, aku mendapat score 570. Hal ini kuraih setelah ambil kursus preparasi TOEFL. Score TOEFL ini juga merupakan syarat mendaftar di VU selain fotokopi Passport (yang untungnya sudah kumiliki karena ikut-ikutan Yanto) dan dokumen baku seperti mengisi formulir, CV, kopi ijazah dan transkrip dan lain-lain.

Aku bermaksud titip Yanto saat itu namun ketika dia sudah sampai Belanda, sekitar akhir Agustus 2005, dia memberi kabar bahwa berkasku ketinggalan di rumahnya. Akhirnya aku mengambil ke rumahnya dan kukirimkan via kurir. Aku jadi gak enak ama Yanto. Setelah tahu bahwa berangkat ke negeri orang sangat ribet, eh malah dititip pula. Dan kemudian aplikasi tersebut kulupakan.

Sekitar bulan November ada e-mail dari VU bahwa aplikasiku sudah diterima dan akan segera diproses. Dan kulupakan lagi.

Sekitar bulan Desember 2005, aku dipanggil Bapak Dekan dan diberitahu bahwa ada seorang Professor dari Hokkaido University yang tertarik untuk menjadikan aku kandidat Doktor di bawah bimbingannya. Namun setelah kontak-kontak, syaratnya adalah telah sudah bergelar Master dan aku kalah dengan orang Bangladesh (katanya sih ….) untuk mendapatkan beasiswa program Master tahun itu. Ha…ha…ha…. Nasib baik nasib buruk siapa yang tahu…… Yang berangkat adalah seorang rekanku akhirnya.

Akhirnya aku memutuskan untuk menikah. Lho? Apa hubungannya? Rindu, kamu tahu kan, aku sudah berpacaran dengan Eta selama lima tahun. Aku tahu dia memang bukan yang sempurna untukku, begitu pula aku untuknya. Namun komitmen yang telah kami sepakati lima tahun silam perlu untuk segera diproklamirkan sehingga secara de facto dan de jure tidak menjadi masalah di kemudian hari. Maksudnya? Gak tahu ah! Complicated! Masalahnya adalah .... kalau aku menikah akan sangat berat untuk pergi studi ke luar negeri.

Dan proses pernikahan pun dimulai dan direncanakan kami akan menikah tanggal 5 Agustus 2006. Terus terang hal ini memang cukup berat bagiku karena selain masalah "mengejar impian", ada orang lain selain Eta dan kamu yang juga telah mengisi hatiku dan cukup dalam. Andaikan aku bisa memilih pun, aku tidak akan bisa memilih salah satu. Hanya komitmenku yang telah memilihkan untukku. Hari-hariku saat itu pergumulan tentang itu dan tiba-tiba April 2006 pun telah tiba. Letter of Acceptance dari VU telah tiba dan akhirnya aku mengirim formulir StuNed Scholarship Programme ke Netherland Education Centre (NEC). Dan kulupakan lagi.

Oh ya, aku tadi memasukkan cucian. Mungkin sekarang sudah selesai. Okay, lain kali kita sambung lagi. Terima kasih ya atas kiriman fotomu dengan Dinda. Semakin lucu saja anak itu.

Beste,
Seta Mulia

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home