Tuesday, January 15, 2008

Bidadari di Apelonia

Sesampainya di kamar setelah hujan-hujanan naik sepeda dari kampus,
malam ini si dosen gila memulai istirahat sejenaknya dengan menonton Ca Bau Kan sambil memasak makan malam berupa "daging" panggang jamur kecap (gimana gak tambah ndut). Sembari makan malam, si dosen gila menanti ada tanda-tanda kemunculan bidadari dari apelonia yang muncul di sudut pojok kanan bawah layar Tecra-nya.

Tuingg, begitu muncul tanda-tanda kehidupana si bidadari apelonia, langsung disambar dengan sapaan yang dijawab dengan ungkapan "memuji" angin yang kadang memang nakal di Amsterdam ini. Lah, tak kuasa jari si dosen gila menari:

wahai bidadari dari apelonia,
andai aku bisa mengendalikan angin
kan kubawa kau terbang
ke tempat angin tidak berkuasa lagi

hening sejenak .... dan dijawab

wahai, pria pencari percikan

tidak kah
ketika hidup tidak di hiasi
api yang terpercik
maka ia akan kehilangan kehangatannya
sekalipun
ia tidak akan pernah kehilangan apinya

dan aku adalah
angin yang membawa api abadi
air yang membawa angin mengalir
mengantarkan jiwa yang sepi
dalam nada aliran

nada aliran itu mengalun
merangkai setiap detik waktu yang terlewatkan
tak pernah menghanyutkan

semua dipeluk dalam rantai kesadaran
untuk kemudian mengantarkan
jiwa yang terhangatkan
kepada muara muara tujuan

dan sang angin bersama alirannya
meneruskan perjalanan….


.... dan dosen gila hanya berdiam, jarinya berhenti menari sementara hatinya bergetar

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home